Setiap orang pasti tahu layang-layang, benda yang terbuat
dari kertas atau plastik ini biasa menjadi hiburan masyarakat di Indonesia. Bahkan
permainan layang-layang tidak mengenal golongan, siapapun, umumnya laki-laki
menyukai permainan ini. Tua ataupun muda. Layang-layang, permainan yang biasa
dimainkan dengan cara diadu di udara ini telah lama primadona masyarakat.
Mungkin, hampir seluruh laki-laki dewasa Indonesia bahkan,
beberapa anak perempuan pernah memainkan layang-layang di masa muda atau disaat
kanak-kanak. Layang-layang bagi anak-anak mungkin permainan murah, dengan uang
kurang dari lima ribu rupiah pun mereka telah memperoleh benda yang satu ini.
Bermain layang-layang mungkin memiliki arti tersendiri bagi
mereka yang merasakannya. Dimasa kanak-kanak, bilamana uang jajan kita telah
habis, dan ingin bermain layang-layang, pasti kita akan menunggu layang-layang
yang sedang beradu di udara, layang-layang yang kalah aduan akan putus, dan
terbang bebas. Anak-anak pun terkadang mengejar layang-layang tersebut, mereka
tak memikirkan bahaya yang akan dihadapi bilamana mengejar layang-layang
tersebut. Seperti, ditabrak oleh kendaraan.
Mengejar layang-layang di waktu kecil mungkin menjadi
kenangan bagi sebagian orang, meskipun ketika menggejar harus menyebrangi jalan
raya dan masa bodoh dengan kendaraan yang lalu lalang. Terkadang, anak-anak ini
berpikir para penggendara-lah yang harus menggalah dengan mereka..
Namun siapa sangka, layang-layang itu memiliki nilai sejarah
peradaban masyarakat Indonesia. Tak disangka memang, bahkan seorang wanita
bernama Hj. Endang W. Puspoyo mendirikan sebuah Museum layang-layang di
kediamannya, di Jl. Haji Kamang No 38 Pondok Labu, Jakarta Selatan. Pendirian museum
ini demi menyalurkan hobinya sendiri. Dengan tangan kreatifnya, Endang membuat
layang-layang sendiri, hingga layang-layang buatannya mencapai ribuan.
Demi menyalurkan kecintaannya tersebut lah Endang mendirikan
Museum ini. Layang-layang buatan Endang tidak hanya untuk di simpan di museum
layang-layang saja, namun bila ada yang tergiur Endang tak segan-segan menjual
layang-layang tersebut.
Dengan uang 10 ribu rupiah kita telah dapat menonton film
sejarah maupun festival layang-layang ataupun jenis layang-layang yang ada.
Di Museum ini tidak hanya mengoleksi layang-layang buatan
Endang. Banyak layang-layang dari seluruh pelosok Indonesia, maupun dari luar
negeri. Layang-layang tersebut diperoleh dari para kolektor layang-layang, yang
memberinya kepada Endang. Namun, tidak semua layang-layang diberikan secara Cuma-Cuma,
ada juga yang harus dibeli oleh Endang, tetapi tidak dengan harga tinggi.
Museum layang-layang milik Endang adalah satu-satunya di
Indonesia. Bahkan di Asia hanya tiga Negara yang memiliki Museum layang-layang
yaitu, Jepang, Malaysia, dan Indonesia.
Selain dapat melihat koleksi layang-layang yang ada di
Museum ini, pengunjung pun dapat melukis, dan membuat layang-layang. Kita akan
tertegun melihat berbagai macam layang-layang yang tesimpan di Museum ini.
Hampir di setiap Provinsi memiliki layang-layang tersendiri.
Selain sebagai ajang perlombaan, layang-layang pun digunakan sebagai sesuatu yang sakral di upacara Adat.
Comments
Post a Comment