Perubahan Iklim ( Global Warming ) saat ini telah menjadi wacana Negara-negara
di dunia. Penyebab utamanya adalah emisi gas rumah kaca, diforestasi, dan
penggunaan bahan bakar fosil atau batubara secara berlebihan.
Perubahan iklim
merupakan suatu perubahan cuaca menjadi lebih ekstrem, meningkatnya konsentrasi
gas rumah kaca, kenaikan suhu bumi, dan curah hujan yang terjadi secara
berangsur-angsur.
Deforestasi adalah
konversi lahan berhutan menjadi tidak berhutan. Hal ini merupakan kontributor
utama terjadinya perubahan iklim. Konversi hutan menjadi lahan pertanian kini
terus berlanjut hingga mencapai tingkat mengkhawatirkan, yaitu sekitar 13 juta
hektar per tahun dari 1990-2005. Deforestasi mengakibatkan lepasnya karbon yang
awalnya tersimpan di dalam pohon sebagai emisi karbondioksida.
Setiap tahun , sekitar
1,7 juta ton karbon di lepaskan sebagai akibat dari perubahan pemanfaatan
lahan, terutama dari deforestasi hutan tropis. Angka ini mewakili sekitar 17%
emisi global ahunan, lebih besar daripada angka emisi yang di timbulkan dari
sektor transportasi dunia.
Total hutan dunia
sekitar empat milyar hektar, hamper 30% dari wilayah daratan bumi. Sekitar 56%
dari hutan itu berlokasi di wilayah tropis dan subtropics. Sejumlah 1,2 milyar
penduduk dunia diperkirakan menggantungkan penghidupan kepada hutan dan sekitar
dua milyar penduduk-sepertiga dari total populasi dunia-menggunakan bahan bakar
biomasa, terutama kayu bakar untuk keperluan memasak dan menghangatkan rumah
mereka.
REDD+ menjadi sebuah
inisiatif yang bertujuan memperlambat hilangnya hutan. REDD+ merupakan singkatan dari reducing emissions from deforestation and forest degradation and
enhancing carbon stocks in developing countries (pengurangan emisi dari
deforestasi dan degradasi hutan dan penambahan cadangan karbon hutan di Negara
berkembang).
REDD+ telah menjadi
subyek perdebatan hangat sejak Papua Nugini dan Kosta Rika menjabarkan proposal
pengurangan emisi deforestasi pada diskusi perubahan iklim pada tahun 2005.
Tidak lama sesudah itu, ide tersebut berkembang dengan mengikutsertakan isu
‘degradasi hutan’, diikuti oleh berbagai usul penambahan isu tentang
agroforestry dan pertanian. Tanda ‘plus’ di REDD+ menambahkan konservasi dan
pengelolaan hutan dan penghutanan kembali, serta peningkatan cadangan karbon
hutan.
Dengan cepat REDD+
menjadi faktor yang sangat penting dalam berbagai negosiasi perubahan iklim
internasional. Lebih dari 30 model tentang bagaimana seharusnya REDD+ di
laksanakan telah di ajukan oleh berbagai Negara, kelompok Negara dan organisasi
non-pemerintah.
REDD+ akan melibatkan
sejumlah besar perpindahan uang dari Negara kaya ke Negara miskin sebagai
komitmen mereka di bawah konvensi kerangka kerja PBB untuk perubahan iklim
(UNFCCC) untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Deforestasi lahan kerap
kali dihubungkan dengan pengembangan industri hutan dan perkebunan, misalnya
kelapa sawit. Saat ini industri kelapa sawit Indonesia tengah berkembang dengan
pesat, seiring dengan meningkatnya kebutuhan dunia terhadap pangan, kosmetik,
serta biofuel. Pada 2011, Indonesia merupakan Negara pengekspor minyak sawit
terbesar di dunia, dengan menyubang lima puluh persen kebutuhan minyak sawit
dunia. Sementara Malaysia berada di urutan kedua, mengisi empat puluh lima
persen, diikuti oleh Negara lain seperti Ghana, Nigeria, Kolombia, dan
Thailand.
Nilai dari suatu hutan
tidak hanya berasal dari karbonnya, namun juga dari peran sebagai daerah
resapan air, pengatur cuaca dan sumber makanan serta obat-obatan. Hutan juga
dinilai atas kekayaan keanekaragaman hayati sehingga hilangnya unsur-unsur
tersebut akan menyebabkan terjadinya krisis tersebut.
Comments
Post a Comment